JB

Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Monday, February 26, 2007

ENJOY BLUE SKY AT SARANGAN


"Lumayannn..." spontan terlontar ketika harus supervisi beberapa pekerjaan di Sarangan, jawa tengah. Setidaknya bisa refresh sedikit, apalagi sudah sangat jenuh melihat Jakarta ini.
Tempat ini, sepertinya bukan tergolong tempat yang istimewa. Sebuah daerah yang dingin di pinggiran danau dan terletak di lereng gunung Lawu. Banyak tempat serupa ini di Indonesia. Yang menjadi istimewa hanya semata-mata ketika kita menikmatinya disaat yang tepat. Bagaimanapun daerah ini adalah tempat yang eksotik, perlu penggarapan kembali menjadi tempat wisata yang menyenangkan.
Sayang keterbatasan waktu sehingga nggak sempat mengorek-orek banyak hal di daerah ini....

Wednesday, April 05, 2006

REBAB CINTA- requiem for mother

Hujan masih jatuh rintik-rintik malam itu. Suara memilukan hati keluar dari gesekan rebab pak Sukar di samping peti jenasah ibu. Kedatangan pak Sukar untuk memperdengarkan suara rebabnya memang atas undangan kami anak-anak ibu.
Pak Sukar memang bukan sosok yang asing bagi kami, beliau memang sudah menjadi tetangga kami sejak kami kecil. Kami jarang sekali bertemu bertahun-tahun, sejak kami meninggalkan Jogja. Dulu Pak Sukar adalah sosok seorang kekar, pandai menari, pemain wayang yang gagah dan sering kami ‘nontoni’ beliau melakukan pekerjaannya menyepuh kuningan. Pekerjaannya sebagai penyepuh kuningan ini yang kemudian membedakan sosok Pak Sukar yang dulu dengan saat ini. Konon dari resiko pekerjaannya itulah Pak Sukar yang dulu berjalan gagah menjadi seorang yang berjalan tertatih-tatih karena kebutaan matanya.
Beberapa tahun terakhir ketika pulang ke rumah ibu, kami melihat Pak Sukar tidak melakukan apa-apa lagi selain memperdengarkan suara-suara dawai rebabnya.

Suara rebab pak Sukar telah mewarnai keindahan kenangan kami bersama ibu selama ini. Dalam kesendiriannya ibu banyak melepas kesepiannya dan larut dalam keindahan suara rebab Pak Sukar.
Siang itu, kami mendatangi pak Sukar untuk memberitakan kepergian ibu. Matanya yang buta tampak berkaca-kaca lalu memeluk kami satu persatu. Tangannya mencengkeram badan kami dengan erat seakan mengatakan pada kami untuk tetap tabah. Kemudian, secara spesial kami undang Pak Sukar untuk memperdengarkan suara rebabnya yang terakhir di hadapan jenasah ibu. Ekspresi pak Sukar saat itu sungguh tak terlupakan. “ Duh, semedot atiku…” kata-kata yang keluar dari hati pak Sukar sambil menepuk-nepuk dadanya. Pak Sukar tidak menyangka ibu selama ini menikmati permainan rebabnya. Menurut beliau ibu memang pernah mengatakan anak-anak (kami) menyenangi permainan rebab pak Sukar dan berpesan agar pak Sukar memainkan rebabnya kalau kami datang ke rumah ibu. “Semedot atiku…” kata-kata itu diulangnya berkali-kali.

Aku masih berdiri larut dalam gesekan dawai rebab pak Sukar. Orang-orang yang hadir untuk mengikuti misa arwah ibu tampak hening, Beberapa tampak terisak-isak menangis. Kami memang menunda beberapa saat misa arwah ibu malam itu untuk memberi kesempatan pak Sukar memainkan rebabnya terakhir kali untuk ibu. Seperti yang telah kami katakan pada khalayak yang hadir disitu bahwa pak Sukar merupakan penyampai pesan Tuhan yang nyata dalam kehidupan kami dan ibu, terbukti dengan suara rebab yang mampu menghadirkan gambaran keindahan kemuliaan Tuhan yang begitu agung pada malam itu.

Suara rebab terhenti, pak Sukar menghentikan gesekannya, menangis, tak kuasa menahan luapan emosinya. Malam itu semua yang hadir mendengar suara hati pak Sukar dalam tangisannya, “ Ora kuat aku… semedot atiku…”

Wednesday, March 01, 2006

PEACEFUL CITY

Panas yang terasa saat itu menjadi lenyap dibawa angin sepoi-sepoi yang membawa nyanyian adzan ashar. Damai... Terlihat orang-orang mulai berbondong-bondong berjalan memasuki Masjid Agung Mataram di Kotagede. Masjid ini merupakan masjid kerajaan Mataram Islam yang awal, pada masa pemerintahan Sultan Agung. Bangunan Masjid ini terletak di kompleks pemakaman Raja-raja Mataram. Terdengar namanya yang tergambar adalah bangunan masjid yang besar dan megah, nyatanya hanya sebuah masjid yang berukuran medium yang kira-kira hanya mampu menampung kurang dari ratusan jamaah. Keagungan memang bukan suatu yang terukur. Pikiran dan hati setiap insannya atau jemaatnya-lah yang menjadikannya agung. Senyuman, keramahan, kesederhanaan dan sikap menerima yang tulus membuktikan bahwa tempat itu memang agung.



Satu kampung yang menarik di sekitarnya bernama kampung alun-alun. Sepi, bersih, hening dan peacefull. Bentuk rumahnya merupakan bangunan-bangunan tua, dengan disain yang sepertinya kombinasi antara Jawa, Belanda dan Islam. Rumah-rumah itu banyak yang menyediakan teras yang terbuka dengan lantainya yang terasa dingin. Uniknya, setiap orang yang datang seperti bebas untuk nongkrong di teras itu. Nggak ada yang menanyakan dengan kecuriagaan siapa Anda, darimana asalnya...dll. Nongkrong, melamun, tiduran, serasa dirumah sendiri. Yang ada anda akan di'suguhi' senyuman atau kata-kata "monggo.. disekecaken mawon" (silakan, santai aja..)
Inilah yang sebenarnya yang paling menarik dari Kotagede, bukan sekedar sebagai kota perak.

Saturday, February 25, 2006

THE SEA OF RUBBISH!

Sampah, sampah, sampah....
Seandainya ya.. mendayung menelusuri eksotiknya lorong-lorong diantara badan-badan kapal pinisi yang sedang parkir, menikmati serat-serat kayu besinya yang dicat warna-warni, ekspresi-ekspresi kelelahan para awaknya... tanpa harus melihat hamparan lutan sampah disekitarnya...
Keangkeran pelautnya yang rata-rata memang pemberani seakan cuma menjadi seorang kelas bawah yang mau hidup diantara sampah-sampah.




Sunda Kelapa, 2005.

Wednesday, February 22, 2006

HI SOLDIER... ;)




Tentara yang ini pastinya nggak enak buat digodain.
Cuma dedikasinya patut diacungi jempol! Two thumbs! Kadang kepikiran juga, apa sih motivasi mereka untuk jadi seperti itu? Profesi ini turun-temurun dari orang tuanya, apa karena itu mereka takut kualat kalo menolak meneruskan profesi ini? Gajinya pun cuma 35 ribu (katanya!). Atau apa mereka benar-benar tertanam satu 'spirit of culture'?

Hmmm..apapun motivasinya, yang jelas keberadaan mereka benar-benar memberi jiwa buat kota Jogja.


Foto ini diambil waktu grebeg Lebaran 2005.
Pak, Lik, Pakde, Mas, Dab... Matur nuwun nggih...

Tuesday, February 21, 2006

PRAY FOR CHILDREN


"How can there be too many children? That is like saying there are too many flowers!"
[mother teresa of calcuta]

BUNGA CINTA ITU NAMANYA KANKER


Akhirnya kala itu keputusan mereka adalah bercerai. Dengan tanda titik yang jelas! Sepertinya memang X dan Y tidak mungkin bertemu di satu titik koordinat. Masing-masing telah berpaling. Yang satu merasa lebih bergairah bercumbu dengan egonya, yang satu lagi mendapat kehangatan dari dendamnya. Tamat!!!

Ehh.. tamat? Gimana enggak? Setelah itu 10 tahun lebih tak ada tegur sapa. Mendengar nama-pun bisa bikin demam!

Boleh tanya sekali lagi? tamat?
Hhmm... masih ketemu sih. Terpaksa! Demi anak... yahh direla-relain bersanding di altar pelaminan si anak. Kepepet!

Yang terakhir deh... tamat?
Hehehe... Akhir dari semua itu memang keadilan Tuhan. Semua dikasih hadiah yang sama.
Kanker.
Yang satu di payudara, yang satu lagi di persendian. Hadiahpun datang dimana semua sudah tidak bekerja, semua tidak ada pemasukan. Haayooo... mau ngeles apa sekarang???

(telepon berdering)
X: "Hallo..."
Y: "Ehmmm, Anak-anak udah kirim duit buat obat belum?"
X: "Wis mas, ini baru mau aku beli, yang buat mas nanti juga sekalian aku beli"
Y: "Yo wis, entar sore-sorean aku ke rumahmu" "ehhh... ono kopi tho?"
X: " Ya.. ada lah.. blablablablablablablablablabla
blablablablablablablablablablablablablablablablabla.."

"Apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia" :)
Kayaknya bener-bener terjadi... well, yang bisa mengerti, mengerti ajalah..